Kamis, 18 Juli 2013

Saat Rizal Ramli Menjabat Menteri Keuangan: “Supercepat Merevisi APBN 2001”


[RR1-online]:
Sepanjang sejarah dalam kegiatan menyusun maupun merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Indonesia atau bahkan di dunia, hanya Rizal Ramli yang sempat melakukannya secara supercepat, yakni hanya dalam waktu empat hari sejak dilantiknya sebagai Menteri Keuangan.

Begini cerita. Suatu hari di bulan Juni 2001. Presiden Abdurrahman Wahid tiba-tiba meminta Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Rizal Ramli, datang ke Istana Negara. Rizal Ramli pun segera meluncur dari kantornya di Jalan Taman Suropati, Gedung Bappenas, menunju istana.


Di istana, Gus Dur pun memaparkan rencana perombakan kabinet. Rizal Ramli kaget. Bukankah dirinya duduk sebagai anggota kabinet juga merupakan hasil perombakan dari kabinet sebelumnya? “Kamu harus
turun dari Menko menjadi Menteri Keuangan. Benahi Departemen Keuangan,” kata Gus Dur dengan enteng.
“Loh, yang menjadi Menko nanti siapa?” tanya Rizal Ramli penasaran.
“Kamu cari aja sendiri. Ini ada daftar nama yang masuk ke saya,”
kata Gus Dur sambil menyerahkan secarik kertas berisi sederet nama calon Menko Perekonomian. Rizal Ramli pun membaca daftar nama itu. “Ini ada nama Christianto Wibisono,” kata Rizal Ramli, menyebut nama pengamat ekonomi
yang rajin membedah anatomi bisnis para konglomerat di masa Soeharto.

“Ya sudah, dia aja. Kamu hubungi, ya,” kata Gus Dur menutup pembicaraan.
Rizal Ramli hanya tersenyum sambil mengontak Christianto Wibisono yang terpaksa bermukim di Amerika Serikat karena rumahnya sempat menjadi korban obrak-abrik amuk massa pada kerusuhan besar yang melanda Jakarta pada Mei 1998 silam.

Semula, Rizal Ramli berhasil mengajak Christianto Wibisono, bahkan Rizal Ramli juga telah mengarahkan Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat, Dorodjatun Kuntjoro Jakti agar dapat membantu kepulangan Christianto Wibisono ke Indonesia. Namun berselang berapa lama, Dorodjatun memberitahukan bahwa Christianto tak jadi pulang. Rupanya, Christianto masih sangat merasa trauma terhadap kerusuhan yang terjadi, yang membuat keluarganya sangat ketakutan.

Rizal Ramli pun balik lagi ke Gus Dur melaporkan ketidaksiapan Christianto Wibisono berikut alasannya untuk pulang ke Indonesia sebagai Menko Perekonomian.

“Ini ada beberapa nama lagi,” kata Gus Dur, sambil menyebut satu demi satu.
“Yang ini cuma omong doang. Ke mana-mana ceramah melulu.... Yang ini hanya omongannya saja yang gede,” kata Gus Dur mengomentari sejumlah nama.

“Nah, ini ada nama Burhanuddin Abdullah. Coba kamu tanya, mau enggak jadi Menko Perekonomian?”
“Nanti saya cek dulu,” kata Rizal Ramli.

Ia pun segera meneliti latar belakang Burhanuddin Abdullah, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI). Dan ternyata cukup positif. Selama membahas Rancangan Undang-undang BI, Burhanuddin dinilai banyak kalangan cukup akomodatif. Akhirnya, Rizal Ramli mengundang Burhanuddin untuk datang ke rumah dinasnya di Jalan Denpasar, Jakarta.

“Maaf, saya harus mewawancarai calon bos saya,” kata Rizal Ramli sambil tersenyum ketika Buhanuddin Abdullah datang.
Burhanuddin membalas senyum penuh maklum. Keduanya pun terlibat diskusi yang panjang. Hasilnya, Burhanuddin bersedia menjadi Menko Perekonomian. Sehingga, bereslah sudah “penugasan” Gus Dur mencari Menko Perekonomian.

Rabu tanggal 13 Juni, Rizal Ramli pun dilantik sebagai Menteri Keuangan menggantikan posisi Priyadi Praptosuhardjo. Presiden Gus Dur menurunkan Rizal Ramli ke Departemen Keuangan, tidak lain dan tidak bukan karena Rizal Ramli dinilai pemikir cerdas dan pekerja keras dan cepat, sangat cocok menangani persoalan yang sangat krusial dan mendesak ketika itu: yakni revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Patut dipahami, bahwa APBN merupakan implementasi kebijakan pemerintah di bidang fiskal (anggaran). Di sana harus tercantum rencana penerimaan, yang berasal dari pajak, nonpajak, cukai, dan pinjaman luar negeri. Lalu, pengeluarannya ada pos rutin (seperti belanja pegawai) dan pos pembangunan yang dikucurkan ke departemen-departemen untuk membangun berbagai proyek dan menjalankan program. Sehingganya, tak keliru jika penyusunan revisi APBN tersebut langsung ditangani oleh “pekerja” tipe seperti Rizal Ramli.

Apalagi, memang APBN disusun berdasarkan sejumlah asumsi dasar, antara lain, kurs rupiah terhadap US$, produksi minyak bumi dan harganya, laju inflasi, suku bunga BI Rate, dan laju pertumbuhan ekonomi.

Selain menjadi patokan dalam pembiayaan pembangunan nasional, APBN juga menjadi benchmark bagi sektor swasta
dalam mematok rencana pergerakan roda bisnisnya. Sektor perbankan, misalnya, menjadikan suku bunga BI Rate sebagai patokan dalam penentuan suku bunga kredit dan dana pihak ketiga. Singkat kata, APBN bagi Indonesia merupakan suatu yang sangat vital dan menentukan.

Sayangnya, seringkali angka-angka yang dijadikan patokan dalam APBN meleset. Harga minyak dan gas (migas) dunia, bisa turun-naik sesuai situasi di pasar internasional. Demikian pula kurs rupiah terhadap US$, setiap detik selalu berubah. Perubahan pada harga migas berdampak besar pada perekonomian, karena akan mengubah pendapatan pemerintah dari sektor migas, mengubah besaran subsidi bahan bakar minyak (BBM), dan pada akhirnya berpengaruh pada dunia usaha secara keseluruhan.

Sehingga itu, tentulah tak mudah menyusun postur revisi APBN yang utuh dan sempurna, dibutuhkan waktu, mental, energi dan stamina yang tidak sedikit. Apalagi memang selama ini dalam revisi APBN selalu diwarnai dengan pro-kontra dan bahkan “perdebatan” sengit dalam pembahasannya bersama DPR. Namun ternyata, hal-hal tersebut tidak ditemui Rizal Ramli hingga revisi APBN pun dapat dirampungkan hanya dalam waktu yang amat singkat.

Revisi APBN yang supercepat ini hanya terjadi di Indonesia yang dilakukan oleh Rizal Ramli selaku Menteri Keuangan. Para Menteri Keuangan pendahulunya,–- bahkan para penggantinya, melakukan revisi APBN paling cepat dalam tempo enam bulan. Namun Rizal Ramli hanya melakukannya dalam waktu empat hari.

Ini kronologisnya: Pembahasan berlangsung sejak Rabu malam hingga Jumat dini hari. Tepatnya, 13-16 Juni 2001. Pembahasan itu terjadi cuma selang beberapa jam setelah pelantikan Rizal Ramli sebagai Menteri Keuangan, yakni pada Rabu, 13 Juni 2001, atau tepatnya setelah acara seremonial pelantikan selesai, Rizal Ramli langsung masuk ke ruang kerjanya.

Di sana (di ruang kerjanya), Rizal Ramli langsung melakukan “pemanasan” dengan menelepon para pimpinan dan pentolan DPR. Maklum, Rizal Ramli memang memiliki hubungan luas dan cukup dekat dengan kalangan DPR dari berbagai partai. Posisinya terdahulu sebagai penasihat ekonomi Fraksi ABRI di DPR selama lima tahun, membuatnya bisa diterima semua kalangan, baik dari Fraksi PPP, Fraksi Golkar, Fraksi PDIP, apalagi dari Fraksi ABRI.

Sehingga dalam pembicaraan lewat telepon Rizal Ramli berhasil meyakinkan para pimpinan dan tokoh-tokoh DPR tentang pentingnya untuk memunculkan sikap kooperatif dalam pembahasan revisi APBN yang semata-mata demi kepentingan seluruh bangsa. Bahkan, permintaan Rizal Ramli untuk menyelesaikan secara cepat revisi APBN itu disepakati oleh para koleganya di DPR.

Rapat pembahasan revisi APBN dengan DPR pun berlangsung. Pada empat jam pertama di hari Rabu itu, sebagai
Menkeu Rizal Ramli hanya mencatat serta menampung masukan dan kritikan dari DPR. Namun menjelang tengah malam, ketika para anggota DPR mulai kehabisan stamina, Rizal Ramli sebagai mantan aktivis mahasiswa “garis keras” itu pun mulai menguasai suasana selaku pemimpin sidang, yang ditandai dengan berhasilnya disepakati sejumlah poin penting tanpa hambatan yang berarti.

Keesokan paginya, Kamis, 14 Juni 2001, pembahasan revisi APBN kembali dilanjutkan. Sebelum sidang dimulai, Rizal Ramli membiarkan para pimpinan dan anggota DPR diwawancarai media, baik cetak maupun elektornik. Mereka banyak berbicara tentang hasil-hasil revisi pada sidang malam pertama kepada Pers dengan suka-cita. Maklum, dalam hitungan jam wajah dan pendapat mereka akan muncul di layar kaca.

Sebagaimana sebelumnya, pada sekitar empat jam pertama Rizal Ramli hanya mendengar dan mencatat masukan dan usulan peserta sidang. Ibarat bertanding tinju, dia membiarkan lawannya mengumbar pukulan. Namun setelah stamina anggota sidang mulai terkuras, dia kembali mengulangi ‘sukses’ dengan mengarahkan sidang seperti sebelumnya, berikut berhasil menyelesaikan poin-poin penting dari revisi APBN tersebut. Begitulah seterusnya, termasuk pada Jumat, 15 Juni 2001.

Puncaknya, pada Sabtu pagi, 16 Juni 2001, pembahasan revisi APBN berhasil dituntaskan. Dan di hari itu juga, hasil revisi itu langsung disahkan dalam Sidang Paripurna DPR sebagai undang-undang.

Sukses pembahasan revisi APBN dengan rekor supersingkat ini menunjukkan beberapa hal dari seorang Rizal Ramli. Pertama, dia adalah individu yang memiliki jaringan dan relasi sangat kuat di banyak kalangan. Rizal Ramli bisa diterima bukan saja di kalangan sipil, melainkan juga militer.

Dengan reputasinya yang sudah teruji sebagai ekonom, Rizal Ramli bisa diterima di kalangan ABRI (TNI). Rizal Ramli bahkan juga memberi kuliah di kalangan baju hijau dan loreng ini, antara lain, Lemhanas dan Sesko ABRI. Bahkan
dia, dengan lembaga think-tank ECONIT Advisory-nya, menjadi penasehat ekonomi Fraksi ABRI di DPR.

Dengan berhasilnya menuntaskan pembahasan revisi APBN yang hanya membutuhkan waktu empat hari ini setidaknya dapat menjadi contoh yang dapat diterapkan secara positif,  bahwa dengan sidang atau pembahasan yang singkat dapat menekan dan mengurangi pengeluaran biaya-biaya sidang.

Sebab boleh dibayangkan, berapa banyak anggaran yang harus dikeluarkan hanya untuk membiaya sidang dan pembahasan yang dilakukan hingga berbulan-bulan lamanya, pdahal yang dibahas sesungguhnya dapat diselesaikan dengan waktu singkat. Buktinya seperti yang dilakukan oleh Rizal Ramli dalam menyusun revisi APBN 2001 tersebut.*(referensi: “RR Lokomotif Perubahan”)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar