Jumat, 19 Juli 2013

Beginilah Rizal Ramli Saat Jadi Preskom PT SG: "Berprestasi, Tetapi Malah Dicopot"

[RR1-online]:
KETIKA diangkat sebagai Presiden Komisaris atau Komisaris Utama di PT Semen Gresik Tbk  (PT SG) pada September 2006, Rizal Ramli (RR) bergerak cepat, langsung mengadakan pertemuan dengan seluruh jajaran komisaris dan direksi PT Semen Gresik Group, termasuk dengan komisaris dan direksi Semen Padang dan Semen Tonasa – (sebagai anak perusahaan PT SG).

Dalam pertemuan sambil makan malam itu, dalam suasana informal, RR menyatakan bahwa sebagai Komisaris Utama yang ditunjuk pemerintah selaku pemegang saham PT SG akan bertindak proaktif untuk mendongkrak kinerja BUMN tersebut.


Karena itu, RR mengajak seluruh jajaran direksi untuk bersama-sama memperbaiki kinerja PT SG. Artinya, RR bertekad menjadikan PT SG sebagai BUMN yang terbaik kinerjanya. “Ada banyak hidden value (nilai tersembunyi) yang bisa kita manfaatkan untuk meningkatkan kinerja PT SG,”kata RR.

Dan, sebagaimana biasa, RR pun mematok target perbaikan kinerja itu dalam setahun ke depan. “Jika tidak ada perbaikan kinerja yang  signifikan,  pilihan  yang  tersedia hanya ada dua. Pertama, RR mengajukan pengunduran diri. Kedua, Bapak-bapak silakan ganti pekerjaan,” katanya tegas.

Padahal, sebagai wakil pemegang saham pemerintah di PT Semen Gresik (Sekarang PT. Semen Indonesia), bisa saja RR sakadar duduk manis dan menyerahkan operasional perusahaan kepada direksi. Namun, RR tak ingin seperti itu, sebab RR sangat menyadari betul bahwa membangun negeri ini sangat membutuhkan kerja keras dan ketangguhan untuk mempersembahkan yang terbaik demi kemajuan bangsa, sehingga itu di mana pun ditempatkan dia selalu ingin meninggalkan jejak yang baik. “Komisaris yang baru tidak ingin menjadi komisaris asal-asalan, tapi ingin memberikan kontribusi dan nilai tambah demi kemajuan PT SG,”ujarnya.

Memang, sudah menjadi kebiasaan RR, tangannya selalu gatal untuk melakukan perbaikan dalam tempo cepat. Hal itu sudah dibuktikannya ketika membenahi Bulog dalam tempo enam bulan. Lalu, membereskan sekian banyak agenda yang amat berat dan rumit ketika dipercaya menjadi Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Keuangan.

RR amat heran dan merasa gerah ketika mengetahui PT SG sebagai produsen semen terbesar di Indonesia ternyata entreprise value-nya (EV) atau nilai perusahaan cuma sekitar US$ 100/ton. Kalah jauh dengan PT Indocement Tunggal Prakarsa (ITP) yang memiliki EV mencapai US$ 150/ton. Bahkan, dibandingkan dengan PT Holcim pun, EV PT SG masih kalah. EV Holcim mencapai US$ 130/ton. Padahal, kapasitas produksi Holcim jauh lebih kecil daripada PT SG, dan perusahaan itu mengidap beban utang yang berat.

Kondisi tersebut tentu saja merupakan tantangan tersendiri bagi RR. Sehingga, mulailah RR pun mulai memetakan dan merumuskan jalan yang mesti ditempuh untuk perbaikan kinerja PT SG tersebut.

Pertama, memangkas biaya transportasi dan distribusi. Komponen biaya transportasi dan distribusi tergolong besar dalam industri semen. Karena itu, sebagai Komisaris Utama, RR meminta direksi PT SG memangkas biaya distribusi dari sekitar 30% menjadi 20% saja.

Kedua, penurunan biaya energi yang porsinya 44% dari total biaya. “Komisaris minta direksi membentuk task force yang khusus mencari alternatif langkah yang bisa dilakukan agar biaya energi ini bisa dipangkas dari 44% menjadi di bawah 30%,” kata Rizal.

Ketiga, meningkatkan kapasitas produksi lewat optimalisasi operasional. Sebab, masih ada pabrik-pabrik yang belum beroperasi secara optimal, yaitu kurang dari 300 hari pertahun. Dan yang tak kalah pentingnya adalah menjadikan PT SG Group sebagai sebuah perusahaan yang terkonsolidasi dan terintegrasi. Jadi, kelak diharapkan SG Group akan tampil sebagai sebuah perusahaan semen dengan tiga merek: Semen Gresik, Semen Padang, dan Semen Tonasa. “Komisaris Utama meminta Direksi untuk mengambil inisiatif supaya terjadi  integrasi,  baik secara struktur  organisasi,  finansial, legal,  maupun  fisik.  Manfaat  dari  integrasi  ini  adalah  untuk  menghindari overlapping,  sehingga  akan  tercipta  efisiensi  dalam  marketing,  distribusi, dan sebagainya,” urai Rizal.

Memang, sebagai sebuah kelompok usaha, praktik bisnis yang dilakukan PT SG dengan anak-anak perusahaannya terkadang “bertabrakan”, terutama menyangkut pemasaran dan distribusi produknya. Bayangkan, Semen Gresik menyerbu pasar Jawa Barat, yang jaraknya cukup jauh, sehingga biaya transportasi dan distribusi menjadi tinggi.

Namun di sisi lain, diam-diam Semen Padang juga menjejali pasar Jawa Tengah dengan produknya. Sulit dipercaya, tetapi itulah yang terjadi. Padahal, kalau konsolidasi dan integrasi dilakukan, termasuk di bidang marketing dan distribusi, bisa saja Semen Padang menggarap pasar Jabotabek, sedang Semen Gresik melayani pasar Jawa Tengah. Hal-hal seperti itulah yang hendak dibenahi komisaris. Mewujudkan satu perusahaan dengan tiga merek produk yang berbeda terasa kian mendesak dilakukan.

Begitulah, RR berusaha melakukan perubahan dan perbaikan kinerja PT SG Group. Dan hal itu optimis untuk dapat segera diwujudkan. Olehnya itu, menurut RR, komisaris bukan lagi jabatan proforma yang penuh privilege, melainkan jabatan kunci guna menggariskan arah dan kebijakan strategis perusahaan yang mesti dijabarkan oleh manajemen. Dan itu harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Buktinya, ketika Direksi PT SG mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2007, terjadi proses bolak-balik lebih dari 20 kali. Intinya, komisaris menghendaki agar dalam RKAP 2007 itu  tercermin upaya perbaikan  kinerja yang signifikan. “Saya menghendaki kinerja PT SG meningkat pesat. Karena itu, target-target yang rendah harus direvisi,” kata Rizal.

Apa boleh buat. Jika tadinya proses persetujuan RKAP di PT SG biasanya berlangsung cepat, kali ini terpaksa mesti mondar-mandir antara direksi dan komisaris. Maklum, RR tidak mau begitu saja membubuhkan tandatangan tanda persetujuan. Semua angka dipelototi secara amat saksama.

Kalau direksi menetapkan target peningkatan kinerja berdasarkan pengalaman historis masa lalu, dan angka-angka peningkatannya sangat moderat, RR justru menghendaki peningkatan kinerja yang tinggi. Peningkatan kinerja itu bisa didorong oleh tiga faktor utama.

Pertama, program  penurunan  biaya  yang  signifikan.  Kedua,  peningkatan  efisiensi operasional lewat peningkatan hari kerja pabrik-pabrik yang masih rendah. Semua harus dipacu menjadi di atas 300 hari kerja, mengikuti standar industri semen internasional, di mana hari kerja pabrik bisa mencapai 340 hari. Sedangkan sisanya 20 hari lagi dipakai untuk perawatan dan perbaikan mesin-mesin.

Ketiga, peningkatan yield/ton marketing lewat integrasi dan konsolidasi grup perusahaan. Jadi, perang harga dan persaingan pemasaran antar-anak perusahaan sama sekali tidak dibenarkan. Yang ingin dicapai adalah sebuah perusahaan dengan tiga brand semen yang diterima oleh konsumen.

Kerja keras dan sikap “keras” tetapi cerdas dari RR berbuah manis. PT SG pun seketika itu mampu bangkit dan tampil sebagai salah satu BUMN terbaik, dengan menempati peringkat ke-7. Padahal, sebelumnya PT SG selalu berada pada urutan 20 besar. Laba sebelum bunga, pajak, penyusutan, dan amortisasi (EBITDA) menjadi naik, yakni dari Rp2,3 triliun menjadi Rp2,8 triliun. Laba bersih tahun 2007 juga melonjak 37%, yakni dari Rp1,3 (pada tahun 2006 ) triliun menjadi Rp1,8 triliun. Dan inilah kinerja terbaik sepanjang sejarah berdirinya PT Semen Gresik.

Dengan kinerja yang cemerlang itu, tak aneh jika berbagai penghargaan jatuh ke pelukan PT Semen Gresik pada tahun 2007, berupa dua penghargaan dari Finance Asia Magazine; memperoleh Top Brand Award 2007 versi Majalah Marketing; meraih tiga penghargaan internasional pada International Convention on Quality Control Cycle (ICQCC), yaitu Excellent Award, Gold Award & Country’s Best Award-di Beijing, China; meraih empat medali emas pada Indonesian Quality Convention 2007 di Bogor dan Semarang; serta penghargaan Best BUMN 2007 kategori industri semen dan pupuk dari Majalah Investor.

Serangkaian pernghargaan itu tentulah merupakan pengakuan atas kinerja PT Semen Gresik yang amat positif. Memasuki tahun 2008, program peningkatan  efisiensi  dan  produktivitas  terus  digenjot.  Hasilnya,  angka penjualan produk Semen Gresik meningkat 12,1%, dari 6,5 juta ton pada periode Januari-Mei 2007 menjadi 7,3 juta ton pada periode yang sama tahun 2008. Sementara, angka pendapatan juga meningkat 22% dari Rp.2,1 triliun (Januari-Maret 2007) menjadi Rp 2,56 triliun (Januari-Maret 2008).

Laba bersih melonjak 36% dari Rp 330 miliar menjadi Rp515 miliar. Pada bulan Mei 2008, Semen Gresik mencapai kinerja terbaik sepanjang sejarah. Dengan penjualan Rp 1,53 triliun, Semen Gresik mencetak laba usaha Rp 322 miliar, atau meningkat 51% dibandingkan laba usaha bulan Mei 2007. EBITDA mencapai Rp 335 miliar, atau naik 42% dibandingkan EBITDA Mei tahun 2007 yang besarnya 235 miliar.

Dari segi enterprise value juga membanggakan. Jika tadinya PT SG Group berada di bawah industri semen pesaingnya, kini posisinya sudah berada pada urutan pertama. Dapat ditengok, pada bulan Juni 2007 valuasi terhadap enterprise value PT SG meningkat hebat dari sekitar US$ 100/ton menjadi US$ 186/ton. Sudah melempaui enterprise value para pesaingnya.

Kehadiran dan peran RR sebagai Komisaris Utama memang membawa angin segar bagi perubahan arah dan perbaikan kinerja PT SG. Bahkan mampu membuat kokoh posisi PT SG yang semula boleh dibilang “rapuh” menjadi produsen semen yang terkemuka. Padahal, industri semen merupakan old industry (industri tua), sehingga tak banyak tersedia ruang untuk melakukan perbaikan dibandingkan dengan industri baru yang sedang tumbuh (new industry).

Peningkatan enterprise value ini tak lepas dari sosok dan kredibilitas RR serta dukungan kuat dari anggota Komisaris lain, Dewan Direksi dan para karyawan. Biasanya, para investor selalu mendiskon cukup besar dalam valuasi terhadap sebuah BUMN (BUMN discount). Maklum, citra BUMN hingga kini masih amat lekat dengan label tidak efisien, salah urus, dan sederet citra negatif lainnya, sehingga membentuk persepsi yang miring terhadap BUMN. Nah, kehadiran RR di PT SG mampu membalikkan persepsi itu, sehingga menjadi berkonotasi positif.  Akibatnya, PT SG pun mendapat penilaian premium dibandingkan dengan industri sejenis. “Membalikkan persepsi seperti itu jelas merupakan prestasi yang luar biasa,” kata RR.

Karena PT SG selama ini belum pernah di-rating, dan mengingat kinerja PT SG yang bagus sepanjang 2007, maka komisaris pun meminta agar direksi mengundang lembaga rating internasinional untuk me-rating PT SG. Hasilnya, berdasarkan penilaian Moodys, per Oktober 2007, rating PT SG Ba2 dengan prospek stabil. Rating Ba2 itu adalah dua tingkat di atas peringkat rating Republik Indonesia.

Padahal, mayoritas perusahaan di Indonesia pada umumnya tidak ada yang mampu menyamai rating Republik Indonesia. Hanya ada dua perusahaan Indonesia yang memiliki rating setara dengan PT SG, yakni PT Telkomsel dan Indosat. Dan itu tidak aneh, mengingat industry seluler dan telekomunikasi merupakan industri yang sedang tumbuh, sehingga bisa menjadi mesin uang. Yang tak kalah pentingnya, di Telkomsel dan Indosat juga terdapat kepemilikan pemerintah Singapura lewat Temasek dan STT.

Sehingga sesungguhnya, tidak sia-sia pemerintah menempatkan RR sebagai Komisaris Utama PT SG. Sebab, kehadirannya mampu membawa perubahan yang amat nyata bagi perbaikan kinerja PT SG. Hal itu juga menunjukkan, di manapun RR ditempatkan, dia selalu punya energi untuk melakukan terobosan dalam memperbaiki kondisi lingkungan kerjanya.

Namun terkadang, orang hebat yang diikuti dengan sikap jujur dan ketegasan serta daya dobrak yang kuat itu dipandang penghalang bagi mereka yang terlanjur senang bermain di dalam “lumpur” dan merasa tak ingin disaingi. Akibatnya, pembangunan untuk kesejahteraan bangsa ini tak pernah mencapai pada titik yang diharapkan.

Bagaimana tidak, di saat prestasi PT. SG sudah mulai menanjak dengan sederetan prestasi gemilang yang dicapai tersebut, RR sebagai Komisaris Utama di PT. SG malah dicopot. Alasan pemerintah SBY menanggalkan RR dari jabatan itu terkesan amat mengada-ngada dan sama sekali tak masuk akal. Yakni, langkah-langkah RR dituding tidak sesuai dengan etika sebagai Komisaris Utama.

Alasan tersebut tentu saja dibantah RR sebagai alasan yang sangat tidak sesuai dengan kenyataan sebagaimana yang terjadi dalam tubuh PT. SG. Yakni selama Rizal Ramli menjabat Komisaris Utama justru kinerja PT. SG membaik, perolehan laba pun menanjak, membuat pencapaian kinerja secara keseluruhan PT. SG jauh di atas dari pada Indocement dan Holcim.

Jika soal “etika” itu berkaitan dengan langkah-langkah RR sebagai Ketua Komite Bangkit Indonesia (KBI) yang memang amat kritis terhadap kebijakan pemerintah SBY, jelaslah bahwa pemerintah bertindak tidak profesional, dan bahkan tindakan pemerintah itulah yang justru tidak etis. Sebab, sebagai Komisari Utama, tugas dan tanggungjawab RR sudah jelas. “Seharusnya, tugas dan tanggungjawab itulah yang dijadikan bahan dasar evaluasi untuk mengganti atau tidak mengganti posisi seseorang. Bukan soal “etika” yang sama sekali tidak jelas tolok ukurnya,” ujar RR.

Sebagaimana diketahui, sejumlah pengamat ketika itu memandang, bahwa RR dicopot karena sesungguhnya hanya pada pertimbangan yang mengarah kepada kepentingan politik. Di mana kala itu, RR dianggap terlibat keras bersama para mahasiswa, para buruh dan rakyat bergerak dalam suatu aksi demo menentang kenaikan harga BBM tahun 2008.(referensi: buku RR “Lokomotif Perubahan”)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar